Korupsi atau Rasuah?


Selama ini kita sangat akrab dengan “korupsi” dan “rasuah”. Kedua kata dipakai saling bergantian dalam pemberitaan di media massa kita. Apakah istilah “rasuah” memang semakna dengan “korupsi”? Apakah keduanya bisa saling menggantikan?

Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi acap disebut sebagai lembaga antirasuah atau komisi antirasuah (walaupun tak sampai mengubah namanya menjadi Komisi Pemberantasan Rasuah atau KPR).

Setidaknya ada tiga pertanyaan yang bisa kita kemukakan untuk masalah ini:

1. Benarkah kedua kata merujuk makna yang sama?
2. Apakah karena kata korupsi sudah sangat membosankan, saking banyaknya terjadi, sehingga media merasa perlu memunculkan kata yang lain?
3. Barangkali kata 'korupsi' kurang terasa Indonesia, maka perlu dicari kata lain yang lebih terasa Indonesia?

Apa yang ada di Kamus?

Pertanyaan besarnya, benarkah kata 'rasuah' itu bahasa Indonesia? Ternyata bukan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Keempat (2008) yang diterbitkan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional hanya ditemukan lema “rasywah”. Tapi tidak ada kata 'rasuah' di sana.

rasywah/rasy·wah/ Ar n pemberian untuk menyogok (menyuap); uang sogok (suap).

Kata ini berasal dari bahasa Arab risywah, rasya.

Sementara itu, ternyata, rasuah justru ditemukan di dalam bahasa Malaysia (bahasa Melayu). Dalam Kamus Dewan (KBBI-nya Malaysia) Edisi Ke-IV yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, kata rasuah berarti "pemberian untuk menumbuk rusuk (menyogok, menyuap), (wang) tumbuk rusuk (sogok, suap)".

Beberapa penggunaan kata 'rasuah' dalam contoh di dalam Kamus Dewan:
“Allah mengutuk perasuah, orang yang menerima rasuah dan perantara rasuah antara kedua-duanya”.
"Ia dituduh memberi rasuah kepada pegawai itu".

Ada apa dengan istilah Korupsi

Sementara itu, bagaimana dengan kata 'korupsi'?

KBBI memaknai “korupsi” sebagai “penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain” (halaman 597). Sedangkan Kamus Dewan mengartikan korupsi sebagai “amalan atau perbuatan yang salah atau tidak amanah…” (halaman 824). Ringkasnya, korupsi adalah bentuk penyelewengan kekuasaan ataupun kepercayaan, baik di ranah publik maupun swasta.

Kita tahu dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi, seringkali bentuknya adalah "pencurian" uang rakyat, entah itu dari APBN atau APBD. Kasus korupsi identik dengan pencurian uang negara dengan cara yang tidak sah. Jadi, apakah kenyataan ini tidak menyebabkan tindakan mencuri disebut saja dengan "korupsi", dan sebaliknya?

Juga, mengapa kita tidak menggunakan kata "pencurian" saja ketika kita menyadari bahwa kita tak punya "kata asli" bahasa Indonesia untuk memadani kata corruption? Apakah karena kurang gagah? Apakah supaya para pelaku itu, yang notabene orang-orang kaya raya itu, tidak merasa dipermalukan dengan kata "mencuri" dan menjaga mereka agar tetap elite?

Apakah kata 'korupsi' terlalu kasar dan kejam? Sehingga, kata yang lain perlu dipopulerkan? Jangan sampai seseorang dikatakan pelaku rasuah atau perasuah, kemudian dia dikatakan tidak melakukan korupsi, tapi hanya rasuah.

Korupsi, Rasuah, atau Rasywah?

Yang bisa kita simpulkan adalah meskipun korupsi dan rasuah ini identik dan menunjuk perkara yang serupa, akan tetapi rasuah hanyalah salah satu bentuk dari korupsi. Korupsi memiliki makna yang lebih luas dibandingkan rasuah dan rasywah. Istilah "korupsi" bukan cuma perkara "pencurian", melainkan juga termasuk di dalamnya "penyuapan/penyogokan", "pemuasan" (gratifikasi), dan lain sebagainya.

Publik memang sudah bosan dengan korupsi, tapi bukan berarti mereka kemudian harus mengganti korupsi dengan kata yang lain. Toh ternyata ketika kita menggunakan rasuah, maknanya justru lebih sempit.

Anggapan kata 'korupsi' kurang terasa Indonesia, tertolak juga. Korupsi dari bahasa Inggris, sementara rasuah dan rasywah sama-sama berasal dari bahasa Arab. Tidak ada pilihan yang lebih Indonesia di antara kedua kata itu. Ketika kita lebih memilih rasuah dibandingkan rasywah, pun telah terbantahkan di atas. Dalam KBBI sudah ada rasywah, mengapa malah menggunakan rasuah yang diadopsi dari kamus Malaysia.

Dengan demikian, sebenarnya, rasuah (yang harusnya rasywah) ternyata juga tak dapat menggantikan "korupsi", dan media sudah terlanjur akrab dengan kata 'rasuah' dan malah meninggalkan kata 'rasywah' yang jelas-jelas ada di dalam bahasa kita.

Kesimpulan

Penggunaan kata korupsi dan rasuah sedikit banyak telah membuat publik bertanya-tanya, mana bahasa Indonesia yang benar dan mana yang sebaiknya dipakai. Terlepas dari persamaan dan perbedaan maknanya, setidaknya tetap ada penggunaan khusus yang bisa dilakukan oleh kata yang satu tapi tidak bisa dilakukan dengan kata yang lain.

Setidaknya kita bisa mengatakan, "Ketepatan menggunakan kata sesungguhnya bisa menghindarkan kita dari tindakan 'mengkorupsi' maknanya". Sangat aneh bila dikatakan, "Ketepatan menggunakan kata sesungguhnya bisa menghindarkan kita dari tindakan 'merasuah' maknanya". :)

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Alif-Lam dan Tanwin Tidak Pernah Bertemu?

Seluruh Huruf Hijaiyyah Ada di Dalam Ayat Ini

Kafir (Arab) dan Cover (Inggris)