Asal Lafazh Allah

Related image

Setiap saat kita mendengar dan bahkan mengucapkan lafazh Allah dalam kehidupan sehari-hari. Bagi umat Islam, kata-kata itu sangat akrab di telinga dan di lidah. Lafazh itu terangkai dalam beberapa kalimat berikut ini:

بسم الله
الحمد لله
سبحان الله
الله اكبر
لا اله الا الله

Semua kalimat di atas memuat lafazh Allah. Lafazh Allah adalah sebuah lafzhul jalalah, artinya sebuah lafazh yang diperuntukkan untuk Allah, bukan yang lain. Ia menjadi nama bagi Allah, dan bukan untuk menamakan yang lain.


Ulama ahli telah membahas asal usul lafazh atau kata Allah. Pembahasan ini terkait tinjauan bahasa berkenaan dengan kata Allah, BUKAN membahas asal Dzat Allah. Jadi Lafzhul Jalalah adalah kata yang menunjuk kepada Allah, yaitu kata الله itu sendiri.
Bagaimana asal usul lafazh tersebut?

Ada dua pendapat utama yang menyebutkan asal mula lafazh tersebut, yaitu:
Pendapat pertama, bahwa kata Allah [الله] adalah sebuah kata jamid atau kata murtajal (kata yang tidak memiliki kata asal). Seperti kata langit. Kita tidak mengatakan, kata langit berasal dari kata lang atau ngit. Berbeda dengan kata ‘kebutuhan’ yang ini berasal dari kata dasar ‘butuh’ atau kata kemakmuran, yang berasal dari kata 'makmur'.
Menurut pendapat ini, kata ‘Allah’ tidak memiliki asal-usul. Jadi tidak perlu lagi dicari apa kata dasarnya. Kita tidak boleh menghilangkan alif dan lam yang ada di depan kata Allah [الله], karena ia sudah merupakan satu kesatuan.
Ini merupakan pendapat Ibnul Arabi (w. 543), Abul Qasim as-Suhaili (w. 581), ar-Razi (w. 606), banyak di kalangan ahli ushul dan merupakan salah satu pendapat Sibawaih.
Menurut mereka, lafazh Allah tidak memiliki kata asal, karena jika memiliki kata dasar maka berarti kata ini turunan. Sementara nama Allah itu qadiim (ada sejak awal), sementara sesuatu yang qadiim tidak memiliki asal.
Pendapat kedua, kata Allah adalah kata musytaq (kata turunan yang memiliki kata dasar).
Pendapat ini berdalil dengan firman Allah,
وَهُوَ اللَّهُ فِي السَّمَوَاتِ وَفِي الْأَرْضِ
“Dialah ‘Allah’ di langit dan di bumi..” (QS. al-An’am: 3)
Ayat ini menegaskan bahwa kata ‘Allah’ adalah kata sifat bagi Sang Pencipta. Supaya ayat di atas bisa dipahami dengan baik, kata ‘Allah’ harus ditarik pada asal katanya, yaitu al-Ilah (Sang Tuhan yang disembah), sehingga kita bisa menerjemahkan, “Dialah Sang Tuhan yang disembah di langit dan di bumi.”
Jika kita pahami bahwa kata ini tidak memiliki kata asal, terjemahnya akan menjadi rancu,
“Dialah ‘Allah’ di langit dan di bumi..” Padahal Allah tidak berada di bumi.
Ibnul Qayyim mengatakan, "Karena itulah, pendapat yang benar bahwa kata Allah berasal dari kata al-Ilah (Sang Tuhan yang disembah), yang ini merupakan pendapat Sibawaih dan mayoritas pengikutnya, kecuali sebagian kecil yang tidak sepakat dengannya." (Bada’i al-Fawaid, 2/473).

Menguraikan Pendapat Kedua
Jika lafazh Allah difahami sebagai kata turunan, lalu dari mana asal usul dari lafazh Allah ini?
Sekali lagi, para ulama ahli bahasa berbeda pendapat dalam masalah ini.
[1] Lafazh Allah [الله] berasal dari kata al-Ilaah (الإِلَـه) atau Ilaahu [إله] yang itu merupakan turunan dari kata Aliha – Ya’lahu [أَلِـهَ – يَـأْلَـهُ] yang artinya menyembah atau beribadah. Kemudian dibuang hamzahnya, dan hamzah tersebut diganti alif lam [ال]. Itu pendapat yang shohih. 

Ada juga yang mengatakan secara qiyas bahwa alif lam dimasukkan pada lafazh itu karena untuk pembesaran maka menjadi 'Al-Ilaa hu' [الإله]. Kemudian hamzah dibuang, setelah memindah harokatnya ke huruf sebelumnya dari lam untuk tujuan meringankan atau agar terwujud idghom secara qiyas. Kemudian lam pertama di-idghomkan kepada lam yang kedua.
Sedangkan kata ilaah adalah bentuk masdar (kata dasar) yang bisa bermakna sebagai isim fa’il (pelaku) dan bisa juga sebagai isim maf’ul (objek perbuatan). Jika kita bawa pada makna isim maf’ul, berarti al-Ma’luh [الـمـألوه] yang artinya Dzat yang disembah. Akan tetapi dihapus huruf “Hamzah” (dari Al-Ilah) sebagai bentuk memperingan (ucapan) karena seringnya digunakan. Sebagaimana kata “An-Naas”  (manusia) Asalnya adalah “Al-Unaas” (hamzah dihapus).
[2] Kata Allah berasal dari kata laaha – yaliihu [لاه – يليه] yang artinya tersembunyi. Yang ini mengisyaratkan bahwa diberi nama ‘Allah’ karena Dia Dzat yang tersembunyi dari semua makhluk-Nya.
(I’rab al-Quran wa Bayanuhu, Muhyiddin Darwisy, 1/9) 

Cara Membaca Lafazh Allah


Ada dua cara melafalkan kata Allah yang dibedakan dari harokat yang mendahuluinya. Yang pertama, Lam dibaca tafkhim apabila huruf sebelum lafal Allah adalah fatchah atau dhommah. Yang kedua, Lam dibaca tarqiq apabila huruf sebelum lafal Allah adalah kasroh.


Lafazh Allah dalam Al-Quran


Lafazh Allah disebut sebanyak 2816 di dalam ayat-ayat Al-Quran. Nama ini merupakan nama yang paling sering disebut di dalam Al-Quran. Dan bahwa nama Allah Ta’ala adalah nama yang menggabungkan semua makna dari asmaul husna dan sifat-sifat-Nya yang mulia.

Jadi lafazh Allah merupakan satu di antara nama-nama Allah yang mulia yang terangkum dalam Asmaul Husna. Sebuah ayat di dalam Al-Quran yang paling banyak memuat asmaul husna di dalam satu ayat adalah surat Al-Hasyr 22-24.


Kajian Seputar Bahasa


Berkenaan dengan perbedaan pendapat tentang asal usul lafazh Allah ini hanyalah merupakan perbedaan dari sisi makna bahasa. Ibnul Qayyim menyatakan bahwa perbedaan pendapat mengenai asal kata ‘Allah’, apakah memiliki akar kata atau tidak, hanyalah ikhtilaf syakli atau perbedaan di permukaan saja. Adapun keyakinan mereka terkait nama dan sifat Allah, semuanya adalah qadim (sejak dulu). Sedangkan sesuatu yang qadim berarti tidak memiliki unsur penyusun. Karena itu, semua tetap sepakat meyakini bahwa kata ‘Allah’ adalah nama untuk Rabbul Izzah, Sang Pencipta langit dan bumi.


Wallahu a`lam

Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Alif-Lam dan Tanwin Tidak Pernah Bertemu?

Seluruh Huruf Hijaiyyah Ada di Dalam Ayat Ini

Kafir (Arab) dan Cover (Inggris)